Laman

Kamis, 12 Agustus 2010

Dakwah di Dunia Maya

Internet nggak melulu berisi sampah dan keisengan. Ada ruang positif untuk masyarakat dunia. Selain ajang persahabatan, juga kesempatan dakwah terbuka lebar.

Jaman sekarang adalah jaman informasi. Setelah manusia mengalami revolusi industri, kini kita sedang menjalankan revolusi informasi. Menurut seorang pakar komunikasi, Dissayanake, revolusi komunikasi adalah peledakan teknologi komunikasi dengan meningkatnya pemakaian satelit, mikro-prosesor, komputer, dan pelayanan radio bertahap tinggi. Penggunaan barang-barang canggih itu ada di mana-mana.

Berkat kecanggihan teknologi pengiriman informasi jadi gampang nian. Dulu, berkirim kabar terbatas lewat tabuhan beduk, kepulan asap ala orang Indian, kurir surat ala Poni Express, sampai telegraf. Sekarang? Cukup memencet keyboard komputer atau ponsel, kita sudah bisa ber-say hello pada kawan di tempat terjauh sekali pun.

Salah satu fasilitas yang bikin pencarian informasi jadi gampang adalah internet, dunia maya atau cyberspace. Istilah cyberspace pertamakali dipopulerkan seorang novelis Amrik, William Gibson lewat novel fiksi-ilmiahnya pada tahun 1984, Neuromancer. Gibson bilang kalau cyberspace itu adalah sebuah tempat yang “tak terbayang kompleksnya”.

Dengan internet, komputermu di rumah atau di warnet bisa terhubung ke jutaan komputer lain di pojok dunia secara online. Berkat software browser, kamu juga bisa melacak jutaan informasi di dunia maya itu. Mau informasi yang bernilai pahala sampai yang dosa ada, komplit bak jamu gendong.

Perang informasi
“Knowledge is power!” kata orang. Berkat pengetahuan orang bisa bikin mesin industri, bisa mengeksplorasi perut bumi, menjelajah angkasa, dan bikin senjata. Sekarang, “Information is power!”. Yup, siapa yang memegang informasi, dia bakal menguasai dunia. Nggak main-main. Bukankah pikiran manusia tergantung informasi? Orang bisa benci pada Taliban, al-Qaeda, Osamah Bin Laden, Negara Islam, karena informasi yang mereka terima. Dunia bisa berdiri di belakang Amerika untuk menghajar Irak karena informasi yang disebarkan Paman Sam.

Medan perang informasi ini adalah media massa; cetak maupun elektronik. Apa yang kamu lihat dan kamu baca, seringkali nggak seperti adanya. Ada ‘kosmetik’ yang dipasang para redaktur media untuk bikin ‘cantik’ sebuah berita, atau justru bikin realita tambah ‘angker’. Sebagai contoh, AS pernah bikin cerita bohong soal pembebasan seorang tentara wanita (GI Jane) yang bernama Lindsay Jhonson dari pasukan Irak. Diceritakan kalau prajurit ini mengalami penyiksaan dan pelecehan seksual, dan untuk membebaskannya pasukan AS berjibaku, baku tembak dengan tentara Irak. Kenyataannya, Lindsay justru dirawat baik-baik oleh dokter-dokter Irak, dan diserahkan oleh mereka kepada pasukan AS. What a lie, Sam!

Internet juga menjadi medan tempur baru. Apalagi dengan jumlah pengunjungnya yang bisa mencapai jutaan orang, internet jadi sarana yang terbilang efektif untuk menebarkan perang opini. Di sini, beragam orang dan kelompok, menyebarkan macam-macam propaganda buat jutaan netter. Pornografi – mulai dari yang normal sampai abnormal –, gosip artis, sampai tips untuk bunuh diri juga ada. Bahkan sekte-sekte keagamaan seperti Gerbang Surga (Heaven’s Gate) juga buka warung di dunia maya. Belum lagi gosip-gosip yang ketauan juntrungannya sering beredar di sini. Itu sebabnya, dulu, orang menganggap internet adalah pelempar informasi sampah, saking banyaknya berita bohong yang bersliweran.

Ajang Dakwah
But, nggak semua penghuni dunia maya itu buruk, bro! Alhamdulillah kini semakin banyak aje para aktivis dakwah yang memanfaatkan internet sebagai sarana dakwah. Sejumlah situs-situs Islam juga bertebaran dengan tampilan yang ciamik, keren gitu. Aneka informasi bisa kamu buka di beragam situs Islam. Ada situs Islam yang mengkhususkan diri membahas masalah-masalah politik, ada juga situs berita, konsultasi rumah tangga, dsb. Beberapa situs Islam juga tampil dalam bentuk portal.

Ajang dakwah via dunia maya ini tampil dalam beragam bahasa, tergantung latar belakang pengelolanya. Ada yang memakai bahasa Inggris, Arab, bahkan Urdu. Tapi buat kamu yang belum trampil cas-cis-cus berbahasa asing, jangan khawatir karena situs yang menampilkan bahasa Indonesia juga ada beberapa biji.

Dakwah via internet ini nggak cuma ada pada halaman berbentuk situs atau web, ada juga beberapa kelompok diskusi atau yang lazim disebut milis. Misalnya, milis Sobat Muda yang dipegang Mas O. Solihin and the gang bisa jadi ajang cuap-cuap plus dakwah buat para penghuninya. Ada juga yang serius macam ISNET yang dikelola beberapa ustadz asal Indonesia yang lagi kuliah di IISTAC Malaysia. Ini milis bisa jadi ajang untuk membedah kesesatan pemikiran orientalis yang juga sedang marak di tanah air.

Masih kurang? Ajang chatting jangan cuma dipakai hahahihi, pake juga dong untuk berdakwah. Lewat chatting yang interaktif dan spontan, kamu bisa memanfaatkannya untuk mempengaruhi pikiran orang supaya tunduk pada Islam.

Nah, jangan dulu berpikiran negatif tentang internet. Ia cuma alat, sama seperti tivi. Isinya tergantung pada kita sendiri. Di tengah pertempuran opini dan propaganda antara Islam dan kekufuran, kita bisa memanfaatkannya untuk ajang dakwah, membela dan meninggikan Islam. Buat kamu yang punya kemampuan mendesain web, kenapa nggak coba untuk bikin situs Islam yang oke. Itu amat bermanfaat sekaligus ajang berkreativitas. Syukur-syukur bisa jadi sarana cari duit (hehehe..).

Buat yang sekadar bisa chatting, ya manfaatin juga untuk dakwah. Seenggaknya kamu bisa bikin milis untuk ajang tukar pendapat dan makin paham tentang Islam. Oke, selamat berdakwah di dunia gaib, eh maya. [januar] | pernah dimuat di Majalah SOBAT Muda

http://www.gaulislam.com/dakwah-di-dunia-maya

Menyambut Bulan Ramadhan dengan Puisi Islami

Oleh Aisyah

Wahai wanita cantik,
Engkau yang diciptakan dengan sangat sempurna oleh Rabbmu..
Indah dengan segala kelebihanmu yang ada…

Wahai wanita cantik,
Sering kali aku melihatmu berjalan dengan baju yang sangat sederhana,
Bahan yang sederhana, dan ukuran yang sangat sangat sederhana,
Hingga bagian auratmu yang harusnya tak tampak menjadi tampak..

Wahai wanita cantik,
Cukup sering aku melihat engkau jalan di depan para lelaki denga pakaian sexy-mu,
Dan para lelaki itu menatapmu dengan sangat lekat dari ujung kakimu sampai ujung rambutmu,
Mengikuti langkahmu hingga hilang dari pandangan mereka, pandangan yg menjijikkan…

Wahai wanita cantik,
Suaramu sungguh merdu,
Mendayu-dayu layaknya putri duyung yang sedang bernyanyi,
Bening sebening sumber mata air yang mengalir…

Wahai wanita cantik…
Ketahuilah… engkau begitu berharga… terlalu berharga…
Engkau bagai intan berlian yang terpajang pada sebuah kotak kaca indah berkunci dan terbungkus rapi..
Engkau bukan emas campuran murahan yang terpajang di etalase depan toko dan dengan seenaknya sang pembeli dapat merabamu, memegang tubuhmu dan memakaimu hanya untuk mencoba, lalu sang pembeli pergi, tak jadi membelimu dan mengembalikanmu di tempat yang sama!!
Bukan, engakau bukan itu wahai wanita cantik!!
Engkau intan berlian yang terpajang dalam kotak kaca indah berkunci dan terbungkus rapi.. orang yang menginginkanmu tidak berhak merabamu, memegangmu tubuhmu bahkan mencoba memakainya!
Tidak, mereka terlalu kotor untuk itu… mereka harus terlebih dahulu membelimu dengan harga yang sangat mahal, setelah itu mereka akan dapat memilikimu sepenuhnya.. Engkau yang utuh, yang belum pernah di ‘coba’ orang lain sebelumnya…

Wahai wanita cantik…
Engkau sungguh indah…
Bagai bunga mawar yang ketika orang ingin mengambilnya, terlebih dahulu mereka harus merasakan duri pertahanan diri yang kau punya,
Bagai bunga edelweis yang ketika menginginkanmu, terlebih dahulu mereka harus mendaki gunung ke arah ketinggian, menantang keberanian dan cuaca yang tak bersahabat,
Engkau bukan bunga bangkai, yang terlihat begitu indah dari kejauhan dengan warna yang menyala yang membuat para serangga tertarik dengan warna indahmu, namun ketika didekati, kau busuk.. ahh…baumu saja sudah membuat orang mual, apalagi memilikimu, merekapun enggan…

Wahai wanita cantik…
Jagalah amanah keindahan yang ada pada dirimu..
Berjalan saja kau terlihat menawan, belum lagi pembawaanmu yang sangat anggun, apalagi jika kau bersuara merayu, dan menampakkan apa yang tak seharusnya tampak..
Ahh..jagalah itu semua saudariku,
Tutuplah auratmu…agar tak ada yang berkeinginan lain terhadapmu… lelaki jalanan itu tak pantas menikmati tubuhmu dengan memandangimu dengan pandangan menjijikkan itu! mereka terlalu kotor untukmu!
Jagalah kehormatanmu saudariku… lelaki manapun yang belum halal bagimu tak pantas menyentuh tubuh dan kehormatanmu, pun atas nama cinta… sungguh, cinta dan nafsu itu berbeda..

Apakah kau khawatir tidak ada yang menyayangimu dan menjagamu atas nama cinta?
Apakah kau takut tidak akan ada yang menggombal dan merayumu atas nama cinta?
Wahai saudariku, bukan lelaki yang menginginkan tubuhmu yang sesungguhnya mencintaimu..
Lihatlah.. aku disini… aku sangat sedih melihat keadaanmu sekarang… aku sedih melihat para lelaki itu menzalimimu.. diri ini serasa tercabi-cabik…
Lihatlah di sekitarmu… tak hanya aku yang menginginkan ini semua yang terbaik untukmu.. lihatlah saudara-saudara semuslim mu…
Lihatlah kami.. sungguh engkau membuat air mata kami mengalir dan mencopot kantuk dari mata-mata kami… kami disini sedang memikirkan dan berbuat sesuatu untukmu.. agar tak pernah lagi engkau dizalimi siapapun…
Lihatlah kedua orang tuamu… hh,,apakah mereka menginginkanmu menjadi seperti ini? Sungguh engkau bakai mutiara bagi keluargamu… mutiara yang mereka jaga sejak kecilmu sampai engkau beranjak dewasa… apakah dengan ini engkau membalasnya?
Jika kau masih kurang dengan ini, maka lihatlah Allah Tuhanmu, Yang Menciptakanmu, Yang tiada henti-hentinya memberi nikmat padamu padahal tak jarang kau lupa denganNya… Ia masih memberimu nikmat udara, nikmat hidup, nikmat fisik dari tubuhmu yang indah itu.. Bayangkan, jika Ia tidak menyangimu, knapa Ia tak cabut saja nikmat wajahmu yang cantik dan tubuhmu yang indah?? Tapi tidak… meskipun engkau sering kali melupakanNya, nimkatNya tetap terus mengalir…

Wahai saudariku…
Biarlah hanya satu lelaki paling beruntung yang dapat menikmati dirimu seutuhnya, yakni suamimu kelak… ketika ikatan antara kalian halal dan berbuah ridhoNya… ketika suara mendayumu bukan lagi dosa tapi pahala… hanya dia yang pantas, saudariku…

Wahai saudariku,
Sungguh tidak ada alasan lain yang membuat aku melakukan ini selain cintaku yang begitu tinggi kepadamu…
Cintaku yang membuncah yang membuat aku memikirkanmu hingga kata-kata ini kugoreskan…
Cintaku yang menangis ketika melihat keadaanmu yang terzalimi oleh mode dan perbudakan hawa nafsu…
Cintaku yang akan tersenyum jika engkau berniat kembali ke jalanNya… Mari berjalam bersamaku, saudariku… temani aku dalam perjalanan indah yang tak singkat ini, menuju kepadaNya…

Wallahu’alam..

www.anahumayrah.com

Liberalisasi Syariat Islam

Bagi kaum Muslim, syariat Islam sudah melekat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Syariat Islam memiliki karakter yang khas: bersifat final dan universal. Kaum Muslim, dengan latar belakang budaya apa pun, kapan pun, dan di mana pun melaksanakan shalat, zakat, puasa, haji, menikah, menyelenggarakan jenazah, dan sebagainya dengan cara yang sama. Sebab, syariat Islam memang diturunkan Allah kepada Nabi terakhir, Nabi Muhammad saw, untuk menjadi rahmat bagi seluruh manusia.

Tapi, belakangan, sebagian kalangan Muslim sendiri mulai menyoal masalah syariat. Dengan bekal “keimanan” kepada paham-paham modern (Pluralisme, multikulturalisme, kesetaraan gender, HAM, dan sebagainya) sejumlah hukum Islam yang dianggap ketinggalan zaman, diupayakan untuk dibuang atau diubah penafsirannya. Prof. Abdullah Ahmad an-Na’em, pemikir liberal asal Sudan yang pernah berkunjung ke Indonesia, misalnya, menyatakan, ada empat wilayah – yakni konstitusi modern, hukum kriminal, hukum internasional, dan HAM– dimana syariat Islam menyimpan sejumlah problem serius.

Ada yang menganggap, hukum Islam tentang kaum non-Muslim tidak toleran, bahkan cenderung diskriminatif. Dalam buku Fiqih Lintas Agama (2004) dikatakan: “Banyak konsep fiqih menempatkan penganut agama lain lebih rendah ketimbang umat Islam, sehingga berimplikasi meng-exclude atau mendiskreditkan mereka.” Sejumlah pihak juga menggugat hokum Islam tentang perempuan yang kata mereka kerap memposisikan kaum hawa ini menjadi subordinat bagi laki-laki. Ringkasnya, dalam kacamata mereka, fiqh klasik tidak ramah perempuan, misigonik, dan bias jender. (Lihat misalnya Amina Wadud, Qur’an and Woman, Rereading the Sacred Text from a Woman’s Perspektif (New York: Oxford University Press)).

Karena itulah, kalangan ini kemudian menyerukan dilakukannya reformasi, perombakan, atau dekonstruksi hukum-hukum Islam dan sekaligus melakukan sekularisasi. Jika tidak, tulis Abdullah Ahmed an-Na’em, “the population of Muslim countries would lose the most significant benefits of secularization.” (penduduk Negara-negara Islam akan kehilangan manfaat yang cukup signifikan dari sekularisasi). (Lihat, Abdullah Ahmad an-Na’im, Toward an Islamic Reformation (Syracuse, New York: Syracuse University Press, 1990).

Gagasan merombak Islam, dan menyesuaikannya dengan nilai-nilai Barat modern inilah yang kemudian dikenal sebagai bentuk “Liberalisasi Islam”. Syariat Islam menjadi salah satu sasaran utama proyek liberalisasi, disamping pembongkaran terhadap ajaran aqidah dan konsep-konsep dasar Islam tentang wahyu, kenabian, dan sebagainya. Gugatan terhadap kesucian al-Quran, misalnya, sudah berulangkali disuarakan oleh kaum liberal. Bahkan, sebelum melubernya Lumpur Lapindo, kota Surabaya dihebohkan tindakan seorang dosen yang berulangkali menginjak-injak lafaz Allah yang ditulisnya sendiri, hanya untuk membuktikan bahwa al-Quran – kata dia – tidak suci. Setelah ribut di media massa, si dosen dijatuhi hukuman skorsing oleh kampusnya.

Mencari-cari
Agar seolah-olah pendapatnya tentang perombakan syariat Islam bisa diterima kaum Muslim, ada yang berusaha “mencari-cari” dalil sejarah. Kata mereka, para sahabat Nabi saw pun pernah meninggalkan hukum Islam dan menggantinya dengan aturan yang dibuatnya sendiri.

Umar ibn Khattab r.a. adalah sahabat Nabi yang biasanya disebut-sebut telah berani merombak hokum Islam, dengan cara mendahulukan akalnya, ketimbang nash al-Quran. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai “Bapak Islam Liberal”.

Padahal, Umar bin Khattab jauh dari tuduhan liberal yang mereka alamatkan kepadanya. Tidak satu pun ijtihadnya yang dapat dikategorikan membelakangi teks-teks al-Qur’an. Umar tidak menerapkan hukum pencurian terhadap seorang pencuri pada tahun paceklik sesuai dengan surah al-Maidah ayat 38, bukan demi kemaslahatan semata. Lebih dari itu, Umar r.a. berbuat demikian, demi menjaga kesucian Islam dari dituduh bersifat zalim.

Bagaimana mungkin Umar r.a. melaksanakan hukuman tersebut sedangkan syarat-syarat yang menuntutnya untuk menerapkan hukuman tersebut tidak mencukupi?

Misalnya dari segi ukuran barang yang dicuri. Apakah ukuran barang yang dicuri oleh sang pencuri ketika itu sudah mencapai ukuran yang membolehkannya untuk dihukum dengan hukuman sedemikian? Kasus pencurian yang disebutkan terjadi di zaman Umar r.a. tersebut terjadi pada tahun paceklik. Sementara orang tersebut mencuri hanya untuk memenuhi kebutuhan perutnya yang ketika itu kelaparan. Dari keterangan ini jelas sekali bahwa syarat yang diperlukan untuk diterapkannya hukuman al-Quran tentang pencurian tidak terpenuhi. Jadi bukan karena Umar bin Khathab berpaling dari teks al-Quran, tetapi justru Umar ingin menerapkan teks al-Qur’an itu dengan seadilnya.

Masalah ini sudah banyak dikaji oleh para ulama dan cendekiawan. Sayangnya, masih saja berbagai kalangan mencari-cari dalil untuk merombak syariat Islam. Analog dengan hal semacam itu, misalnya, adalah kewajiban menjalankan shalat lima waktu. . Shalat jelas wajib hukumnya. Tapi shalat tidak wajib dilaksanakan sebelum masuk waktunya, karena ia adalah salah satu syarat wajibnya salat. Jika ada orang yang melaksanakan shalat sebelum tiba waktunya, maka orang tersebut dianggap telah melanggar nash al-Quran dan shalatnya pun tidak sah. Demikian jugalah halnya hukuman potong tangan bagi pencuri. Hukuman ini tidak bisa dilaksanakan sebelum seluruh syaratnya terpenuhi. Jadi Umar ibn Khattab sama sekali tidak melanggar ketentuan nash al-Qur’an.

Demikian juga halnya dengan ijtihad Umar r.a. menolak untuk menyerahkan zakah kepada salah satu keluarga yang selalu mendapat bagian pada masa Rasulullah. Keluarga ini ketika itu masuk dalam kategori muallafah qulubuhum. Penolakan Umar untuk menyerahkan zakat kepada kelompok ini bukan karena beliau berpaling dari nash al-Qur’an yang sharih. Seharusnya yang patut ditanyakan adalah apakah orang yang datang kepada Umar yang mengklaim pernah menerima zakat dari Rasulullah itu mempunyai status yang sama ketika mereka datang kepada Umar bin Khathab? Dengan kata lain, apakah orang tersebut masih bisa dikategorikan sebagai kelompok muallaf qulubuhum pada masa pemerintahan Umar r.a. Dalam pandangan Umar, orang tersebut sudah keluar dari kategori ini. Makanya, dia tidak memberikan zakat kepada kelompok itu. (Untuk pembahasan lanjut tentang ijtihad-ijtihad ‘Umar ini bisa dibaca, ‘Abid bin Muhammad al-Sufyani, Al-Thabat wa al-Syumul fi al-Syari’ah al-Islamiyyah, 461ff; Yusuf al-Qaradawi, al-Siyasah al-Syar’iyyah, 176ff).

Gambaran agak terperinci semacam ini diperlukan, agar seseorang tidak mudah percaya, bahwa sahabat Nabi terkemuka telah mendahulukan pendapat akalnya sendiri, dengan mengesampingkan nash-nash al-Quran. Jika mau merombak hukum-hukum Islam, sepatutnya tidak mencari-cari dalil yang keliru, yang akhirnya justru menuduh sahabat Nabi telah melakukan sesuatu yang sangat tidak terpuji. Padahal, ijtihad Umar telah disetujui oleh para sahabat Rasulullah yang bersikap sangat kritis terhadap berbagai penyimpangan ajaran Islam.

Banyak kalangan beralasan bahwa kemaslahatan akal harus didahulukan ketimbang kemaslahatan nash al-Quran. Jika memang ada maslahat, maka di situ ada hukum Islam. Logika semacam ini sebenarnya sangat lemah, sebab ketika bicara “maslahat” manusia juga sangat berbeda pendapatnya. Daging babi yang telah disterilkan bisa membawa maslahat. Ada yang berdalih, khamr boleh di saat udara dingin karena ada maslahat. Bahkan, sejumlah pendukung gerakan legalisasi perkawinan homoseks dan lesbian juga beralasan akan adanya maslahat bagi pelaku perkawinan sesama jenis itu. Salah satunya, kata mereka, untuk mengurangi jumlah penduduk bumi.

Pembaruan
Pembaruan atau apa yang sering disebut dengan tajdid (renewal) bukanlah hal baru dalam Islam; ia bahkan sudah menjadi built-in-system dalam pemikiran Islam. Rasullullah saw sendiri sudah mewanti-wanti hal itu. Sabda beliau: “Sesungguhnya Allah akan mengutus pada tiap pangkal abad seorang mujaddid yang akan memperbaharui agama-Nya”. Meski demikian, tajdid hendaklah dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian agar tidak mengabaikan prinsip-prinsip dasar yang mejadi landasan Islam. Mereka harus jeli dan serius membedakan antara yang ushuli (principle/foundation) dan thawabit (unchangeable) dengan yang furu’ (cabang) dan mutaghayyirat (mutable). Karena kegagalan mengindentifikasi perbedaan ini dapat berakibat fatal bagi Islam dan ummat Islam itu sendiri. Disebabkan kegagalan itu bisa jadi apa yang seharusnya sebagai hal yang ushuliy dirubah menjadi furu’iy dan sebaliknya.

Realitas sosial patut diperhatikan. Dan para ulama Islam sejak dulu sadar betul tentang pentingnya unsur reallitas ini sampai-sampai para ulama menetapkan ‘urf atau adat kebiasaan masyarakat setempat sebagai sandaran hukum, asalkan tidak kontradiktif dengan teks-teks al-Qur’an yang masuk dalam kategori qath’iy al-thubut wa al-dilalah. Ibn ‘Abidin pernah menegaskan: “‘Urf yang bertentangan dengan nass tidak bisa menjadi pertimbangan.” Dengan nada yang sama, Ibn Nujaym juga mengatakan: “‘Urf tidak bisa menjadi bahan pertimbangan pada persoalan yang ada ketetapan nassnya (al-mansus ‘alayh)”. (Dikutip dari ‘Umar Sulayman al-Ashqar, Nazariyyat fi Usul al-Fiqh (Beirut: Dar al-Nafa’is, 199),

Oleh sebab itu, hukum haramnya ghibah dan dusta, wajibnya salat, zakat, puasa, haramnya riba, hukum nikah dan talaq, hukum hudud dan qishas, rajam terhadap pezina, dan lain-lain yang oleh para ulama dikategorikan qat‘iy al-tsubut wa al-dalalah tidak bisa berubah, meskipun waktu dan tempat berubah. Tidak sepantasnya seorang Muslim menjadikan Islam tunduk berlutut mengikuti selera zaman. Sebab, selera zaman begitu beragam dan sangat nisbi. Sebab, pada prinsipnya Islam diturunkan untuk kemaslahatan manusia. Hak untuk menentukan halal dan haram, wajib dan haram, berada di tangan Allah SWT. Tidak sepatutnya manusia berani merampas “hak Allah” tersebut, melakukan makar kepada Allah, atau menempatkan dirinya sebagai tandingan Allah SWT.

Kaum Muslim yakin benar dengan kebenaran firman Allah SWT: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS an-Nisa’:65).

http://www.gaulislam.com/liberalisasi-syariat-islam

Rabu, 11 Agustus 2010

Senyuman Rasulullah Banyak Bantu Misi Dakwah

BUKAN sukar untuk menghadiahkan senyuman tetapi kita sendiri menyukarkan senyuman itu terpamer di wajah. Hati mana tidak tenang apabila sedang dalam kekusutan, masih lagi boleh tersenyum kepada rakan. Senyuman itu adalah ciptaan indah Allah SWT, malah senyuman juga adalah kuntuman indah yang sentiasa dipersembahkan Rasulullah SAW, manusia sempurna yang patut diteladani segala sifat, sikap dan tingkah lakunya.

Ada beberapa hal menarik pada diri Baginda SAW yang jarang diungkapkan ramai iaitu mengenai senyumnya. Sepintas lalu, hal itu mungkin nampak kecil dan tidak bererti tetapi apabila dikaji, sebenarnya senyuman Rasulullah SAW memberi impak positif yang sungguh luar biasa. Hikmahnya, banyak kejayaan Rasulullah SAW dalam misinya sebagai penyebar risalah tauhid disebabkan oleh senyuman dan keramahan Baginda.

Disebabkan itu, Rasulullah SAW dapat mempengaruhi orang ramai sehinggakan Baginda dicintai dan disegani kawan, juga lawan. Sahabat adalah saksi kehidupan Rasulullah SAW yang penuh dengan senyuman. Antara sahabat besar yang pernah menceritakan betapa indahnya senyuman Rasulullah SAW ialah Saidina Umar. Kata Saidina Umar,

“Rasulullah SAW tersenyum dan Baginda adalah orang yang paling bagus giginya.”
(Hadis diriwayatkan Ibnu Hibban)

Seorang lagi sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Al-Harist menyatakan,

“Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah SAW."
(Hadis riwayat At-Tirmizi)

Cucu kesayangan Baginda SAW, Saidina Husein juga ada menggambarkan bagaimana sikap Rasulullah mana direkodkan oleh Imam At-Tirmizi, beliau berkata,

“Aku bertanya kepada ayahku (Saidina Ali) mengenai adab dan etika Rasulullah SAW terhadap orang yang bergaul dengan Baginda. Ayahku mengatakan: Baginda senantiasa tersenyum, budi pekerti lagi rendah hati, Baginda bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan sentiasa puas.”

Rasulullah SAW walaupun dalam keadaan marah, tetap mempamerkan senyumannya hatta kepada orang yang tidak disukai. Perkara itu pernah direkodkan Imam Bukhari disebutkan bahawa Saiditina Aisyah berkata:

“Ada seorang lelaki yang meminta izin untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. Ketika Baginda melihat orang itu dari jauh, maka Baginda bersabda: Dia adalah seburuk-buruk saudara dan anak dalam kerabat. Namun ketika orang (Uyainah) itu sudah duduk, Baginda memberikan senyuman di wajah dan menerima dengan baik hati kedatangan orang itu. Ketika orang itu sudah pergi, Aisyah berkata kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, ketika kau melihat orang itu tadi dari jauh engkau berkata begini dan begitu. Tapi kemudian engkau berwajah ceria setelah berada di hadapannya dan menerima kedatangannya dengan baik hati. Kemudian Rasulullah bersabda: Wahai Aisyah, bilakah engkau melihatku berbuat tidak baik?”

Imam al-Khataby ketika mensyarahkan hadis itu berkata, “Hadis ini dilihat dari sudut adab dan ilmu". Ucapan Rasulullah SAW mengenai diri Uyainah sesuatu gambaran yang tidak disukainya secara jelas disebut Ghibah. Ghibah berlaku di antara sebahagian orang dari umat Islam terhadap sebahagian yang lain. Namun, perlakuan Baginda adalah menjelaskan dan mengungkapkannya dalam bentuk nasihat dan kasih sayang terhadap umatnya.

Kerana Baginda sudah dianugerahi sifat kemurahan hati dan akhlak yang baik, maka Baginda memperlihatkan wajah berseri dan tidak menghadapi kesukaran berhadapan orang tidak disukainya. Baginda bertindak sebegitu supaya umat Islam meniru perbuatan Baginda, supaya dapat dihindari keburukan yang boleh menimpa umatnya dan mereka boleh selamat daripada kejahatan dan tipu daya.

Begitu indah akhlak Rasulullah SAW, walaupun seseorang itu tidak disukai, Baginda tetap mempamerkan senyuman dan menyambut kedatangan Uyainah dengan ceria. Sebagai umatnya yang mengaku bahawa Baginda adalah sebaik-baik manusia dan seorang nabi dan rasul, tidakkah kita malu kerana tidak mengikut perbuatan Baginda yang sentiasa menghadiahkan senyuman kepada orang ramai.

Sesungguhnya beruntunglah mereka yang mengikuti perbuatan Rasulullah kerana harga senyuman tidak ternilai dengan wang ringgit. Ketegasan Baginda juga dapat dilihat dalam hadis diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim mengenai wanita dari kabilah Makhzumiyah yang mencuri. Kaum Quraisy bingung dengan permasalahan itu kerana mereka tahu hukuman pencuri mengikut undang-undang Islam ialah dipotong tangan (mengikut syarat ditetapkan).

Mereka bertanyakan kepada sesiapa yang berani berjumpa Rasulullah SAW memohon melepaskan wanita itu. Usamah disarankan bertemu Rasulullah SAW kerana Rasulullah menyayangi Usamah. Maka Usamah pergi dan berbicara kepada Rasulullah SAW untuk minta pembelaan atas wanita itu. Kemudian Rasulullah SAW bersabda:

“Jadi kamu ingin memohon syafaat (pembelaan) terhadap salah satu dari hukum Allah?"

Setelah mengucapkan ayat itu, Baginda berdiri dan berkhutbah:

“Wahai manusia! Sesungguhnya yang menyebabkan binasanya umat sebelum kalian ialah apabila mereka mendapati ada orang mulia yang mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi apabila mereka mendapati orang lemah di antara mereka yang mencuri, mereka akan menjatuhkan hukuman kepadanya. Demi Allah! Jika Fatimah binti Muhammad yang mencuri, nescaya aku akan memotong tangannya”.

Oleh itu, marilah kita menjadikan senyuman dan ketegasan Rasulullah SAW sebagai panduan dan pada masa sama menilai hikmah di sebaliknya. Senyumlah, kerana senyuman tidak pernah mengurangkan rezeki sesiapa, malah dengan senyuman hati berasa tenang dan sentiasa disenangi orang lain. Sementara bertegaslah dalam keadaan perlu supaya agama tidak diperkotak-katikkan.


Tanda-tanda Hati Mati

Menurut Syeikh Ibrahim Adham, antara sebab atau tanda-tanda hati mati ialah:
  1. Mengaku kenal Allah SWT, tetapi tidak menunaikan hak-hak-Nya.
  2. Mengaku cinta kepada Rasulullah s.a.w., tetapi mengabaikan sunnah baginda.
  3. Membaca al-Quran, tetapi tidak beramal dengan hukum-hukum di dalamnya.
  4. Memakan nikmat-nikmat Allah SWT, tetapi tidak mensyukuri atas pemberian-Nya.
  5. Mengaku syaitan itu musuh, tetapi tidak berjuang menentangnya.
  6. Mengaku adanya nikmat syurga, tetapi tidak beramal untuk mendapatkannya.
  7. Mengaku adanya seksa neraka, tetapi tidak berusaha untuk menjauhinya.
  8. Mengaku kematian pasti tiba bagi setiap jiwa, tetapi masih tidak bersedia untuknya.
  9. Menyibukkan diri membuka keaiban orang lain, tetapi lupa akan keaiban diri sendiri.
  10. Menghantar dan menguburkan jenazah/mayat saudara se-Islam, tetapi tidak mengambil pengajaran daripadanya. Semoga dengan panduan yang di sampaikan itu akan dapat kita sama-sama mengambil iktibar semoga segala apa yang kita kerjakan akan diredai Allah SWT.
Menurut Sheikh Ibni Athoillah Iskandari dalam kalam hikmahnya yang berikutnya;

Sebahagian daripada tanda mati hati itu ialah jika tidak merasa dukacita kerana tertinggal sesuatu amal perbuatan kebajikan juga tidak menyesal jika terjadi berbuat sesuatu pelanggaran dosa.

Mati hati itu adalah kerana tiga perkara yaitu;
  • Hubbul dunia (kasihkan dunia)
  • Lalai daripada zikirullah (mengingati Allah)
  • Membanyakkan makan dan menjatuhkan anggota badan kepada maksiat kepada Allah.
Hidup hati itu kerana tiga perkara yaitu;
  • Zuhud dengan dunia
  • Zikrullah
  • Bergaul atau berkawan dengan aulia Allah.

Artikel asal oleh :Ustaz Zainudin Hashim

Mengapa Muslim Biarkan Hati Mati???

Hati adalah organ paling utama dalam tubuh manusia dan ia nikmat paling agung diberikan Allah. Hati menjadi tempat Allah membuat penilaian terhadap hamba-Nya. Pada hatilah letaknya niat seseorang.

Niat ikhlas itu akan diberi pahala. Hati perlu dijaga dan dipelihara dengan baik agar tidak rosak, sakit, buta, keras dan lebih-lebih lagi tidak mati. Sekiranya berlaku pada hati keadaan seperti ini, kesannya membabitkan seluruh anggota tubuh manusia. Akibatnya, akan lahir penyakit masyarakat berpunca daripada hati yang sudah rosak itu.

Justeru, hati menjadi amanah yang wajib dijaga sebagaimana kita diamanahkan menjaga mata, telinga, mulut, kaki, tangan dan sebagainya daripada berbuat dosa dan maksiat.

Hati yang hitam ialah hati yang menjadi gelap kerana bergelumang dengan dosa. Setiap dosa yang dilakukan tanpa bertaubat akan menyebabkan satu titik hitam pada hati. Itu baru satu dosa. Bayangkan bagaimana kalau 10 dosa? 100 dosa? 1,000 dosa? Alangkah hitam dan kotornya hati ketika itu.

Perkara ini jelas digambarkan melalui hadis Rasulullah yang bermaksud:

"Sesiapa yang melakukan satu dosa, maka akan tumbuh pada hatinya setitik hitam, sekiranya dia bertaubat akan terkikislah titik hitam itu daripada hatinya. Jika dia tidak bertaubat maka titik hitam itu akan terus merebak hingga seluruh hatinya menjadi hitam."
(Hadis riwayat Ibn Majah)

Hadis ini selari dengan firman Allah bermaksud:
"Sebenarnya ayat-ayat Kami tidak ada cacatnya, bahkan mata hati mereka sudah diselaputi kotoran dosa dengan sebab perbuatan kufur dan maksiat yang mereka kerjakan."
(Surah al-Muthaffifiin, ayat 14)

Hati yang kotor dan hitam akan menjadi keras. Apabila hati keras, kemanisan dan kelazatan beribadat tidak dapat dirasakan. Ia akan menjadi penghalang kepada masuknya nur iman dan ilmu. Belajar sebanyak mana pun ilmu yang bermanfaat atau ilmu yang boleh memandu kita, namun ilmu itu tidak masuk ke dalam hati, kalau pun kita faham, tidak ada daya dan kekuatan untuk mengamalkannya.

Dalam hal ini Allah berfirman yang bermaksud:
"Kemudian selepas itu, hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Pada hal antara batu-batu itu ada yang terpancar dan mengalir sungai daripadanya dan ada pula antaranya yang pecah-pecah terbelah lalu keluar mata air daripadanya. Dan ada juga antaranya yang jatuh ke bawah kerana takut kepada Allah sedang Allah tidak sekali-kali lalai daripada apa yang kamu kerjakan."

(Surah al-Baqarah ayat 74)

Begitulah Allah mendatangkan contoh dan menerangkan batu yang keras itu pun ada kalanya boleh mengalirkan air dan boleh terpecah kerana amat takutkan Allah. Oleh itu, apakah hati manusia lebih keras daripada batu hingga tidak boleh menerima petunjuk dan hidayah daripada Allah.

Perkara paling membimbangkan ialah apabila hati mati akan berlaku kemusnahan amat besar terhadap manusia. Matinya hati adalah bencana dan malapetaka besar yang bakal menghitamkan seluruh kehidupan. Inilah akibatnya apabila kita lalai dan cuai mengubati dan membersihkan hati. Kegagalan kita menghidupkan hati akan dipertanggungjawabkan Allah pada hari akhirat kelak.

Kenapa hati mati? Hati mati disebabkan perkara berikut:

* Hati mati kerana tidak berfungsi mengikut perintah Allah iaitu tidak mengambil iktibar dan pengajaran daripada didikan dan ujian Allah.

Allah berfirman bermaksud:
"Maka kecelakaan besarlah bagi orang yang keras membatu hatinya daripada menerima peringatan yang diberi oleh Allah. Mereka yang demikian keadaannya adalah dalam kesesatan yang nyata."
(Surah al-Zumar ayat 22)

  • Hati juga mati jika tidak diberikan makanan dan santapan rohani dengan sewajarnya. Kalau tubuh badan boleh mati kerana tuannya tidak makan dan tidak minum, begitu juga hati.
Apabila ia tidak diberikan santapan dan tidak diubati, ia bukan saja akan sakit dan buta, malah akan mati akhirnya. Santapan rohani yang dimaksudkan itu ialah zikrullah dan muhasabah diri.

Oleh itu, jaga dan peliharalah hati dengan sebaik-baiknya supaya tidak menjadi kotor, hitam, keras, sakit, buta dan mati. Gilap dan bersihkannya dengan cara banyak mengingati Allah (berzikir).

Firman Allah bermaksud:
"yaitu orang yang beriman dan tenteram hati mereka dengan mengingati Allah. Ketahuilah! Dengan mengingati Allah itu tenang tenteramlah hati manusia."
(Surah al-Ra'd ayat 28)

Firman-Nya lagi bermaksud:
"Hari yang padanya harta benda dan anak-anak tidak dapat memberikan sebarang pertolongan, kecuali harta benda dan anak-anak orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera daripada syirik dan munafik."
(Surah al-Syura ayat 88-89)

Artikel asal oleh :Ustaz Zainudin Hashim

Selasa, 10 Agustus 2010

Titipan Allah

Ketika Alloh menitipkan cinta pada kita,
Kita tidak bisa memilih kepada siapa kita ingin mencinta,
Pun tak kuasa menolak cinta yang datang, karena cinta adalah titipan….

Dan ketika saatnya tiba……
Alloh akan menguji titipan Nya,
Menguji cinta yang Dia titipkan kepada kita,
Menguji timbangan cinta kita pada Nya dan pada kekasih fana kita…

Ketika saatnya tiba…
Alloh akan menguji seberapa kuat ikatan cinta itu..
Dan mungkin akan Dia datangkan cinta-cinta lain..
Sekedar memastikan apakah cinta yang Dia titipkan
tak berkurang kekuatannya…

Dan akankan manusia siap mengembalikan titipan itu..
Saat waktunya tiba…