Laman

Jumat, 06 Agustus 2010

Ibu di Persimpangan Jalan

Tidak ada yang dapat mengingkari betapa pentingnya peran sosok yang kita sebut IBU. Banyak orang besar yang tampil di kancah dunia karena peran seorang ibu. Thomas Alva Edison, tentu kita semua mengenal nama ini. Penemu besar yang memiliki ribuan hak paten. Namun tahukah Anda bahwa dia hanya mengenyam dunia pendidikan formal 3 bulan?

Thomas Alva Edison dikeluarkan dari sekolahnya karena gurunya beranggapan ia terlalu bodoh untuk bersekolah. Ibu Edison tidak mempercayai hal tersebut. Dengan gigih ia didik sendiri Edison di rumah. Lebih dari apa yang didapat Edison bila bersekolah, ibunya mengajarkan juga keuletan berjuang dan kemandirian. Di usia begitu muda, Edison berjualan koran untuk membiayai sendiri penelitian-penelitiannya. Bahkan di usia 10 tahun ia telah memiliki laboratorium sendiri. Bayangkan apa yang terjadi bila ibu Edison bersikap sama dengan gurunya. Mungkin listrik akan terlambat ditemukan. Dan itu berarti penemuan-penemuan yang terkait listrik juga akan terhambat.

Ibu Imam Syafi’i mewakili perjuangan ibu dari tokoh-tokoh agama. Suaminya meninggal sebelum Imam Syafi’i lahir. Ia membesarkan Syafi’i sendirian. Memotivasinya untuk belajar. Usia 7 tahun Syafi’i sudah hafal Alquran. Guru-guru ia datangkan untuk mengajar Syafi’i, biarpun untuk itu ia harus bekerja keras untuk biaya belajar anaknya.

Sosok ibu seperti yang kita harapkan, bukanlah hal yang mudah kita temui saat ini. Zaman berubah, permasalahan dalam mendidik anak berubah, tantangan semakin berat. Namun harapan untuk menemukan sosok ibu teladan tentu tidak memudar.

Tantangan Ibu Masa Kini

Ibu masa kini memiliki tanggungjawab berat. Peran ganda yang tersandang di pundaknya, antara bekerja dan mendidik anak di rumah, membuat para ibu tertatih menjalani hidupnya. Konsep pemberdayaan ibu yang digulirkan ternyata mengundang berbagai permasalahan baru. Upaya untuk meningkatkan peluang kerja bagi ibu misalnya. Tujuan dari konsep ini adalah memberdayakan perempuan secara ekonomi sehingga membuat perempuan lebih mandiri. Namun pada faktanya peran ibu yang optimal di karier, seringkali tidak diikuti peran yang optimal di rumah

Dengan banyaknya ibu yang berkiprah di luar rumah mencari nafkah, peluang terjadinya disharmonisasi keluarga lebih terbuka. Ibu yang lelah pulang bekerja, lebih mudah mengalami gangguan emosi. Anak seringkali menjadi sasaran pelampiasan. Anak juga hanya mendapat waktu sisa, sehingga komunikasi seringkali terkendala.

Anak-anak yang terabaikan, mendekatkan mereka pada kerusakan moral, pemakaian narkoba, dan pergaulan bebas. Di Bogor, angka ketergantungan terhadap narkoba sudah mencapai 2%, padahal ambang batas yang ditetapkan untuk nasional adalah 1,2% (Pusat Penelitian UI). Bahkan beberapa waktu lalu sebuah stasiun TV melansir penelitian di Jakarta, 800 siswa SD terlibat narkoba!

Penelitian seks bebas di kota-kota besar : Medan, Jakarta, Bandung dan Surabaya menunjukkan angka-angka yang membuat kita terhenyak. Betapa tidak. Survei yang dilakukan pada 450 responden berusia 15-24 tahun mengatakan bahwa 16% responden berhubungan seks pada usia 13-15 tahun dan 44% berhubungan seks pada usia 16 – 18 tahun (Lembaga Penelitian Synovate, September-Oktober 2004).

Hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), menyatakan pula bahwa sebanyak 85 persen remaja berusia 13-15 tahun mengaku telah berhubungan seks dengan pacar mereka. Penelitian pada 2005 itu dilakukan terhadap2.488 responden di Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang, Palembang, dan Kupang.

Sedangkan berdasarkan survey BKKBN 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan seks. Sebanyak 21% Di antaranya melakukan aborsi. Menurut Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M Masri Muadz, data itu merupakan hasil survei oleh sebuah lembaga survai yang mengambil sampel di 33 provinsi di Indonesia pada 2008.

Kita jadi bertanya-tanya, ada apakah dengan anak-anak kita? Bila kita kaji dengan cermat, pertanyaan ini sebenarnya salah alamat. Anak-anak kita adalah anak-anak yang sama dengan kita sewaktu masih anak-anak. Yang membedakan antara kita dan anak-anak kita sekarang adalah lingkungan yang tidak sama. Dulu di zaman kita tidak ada media massa yang bebas mengumbar pornografi. Tidak ada vcd porno yang dijual bebas di mana-mana. Tidak ada tayangan film sadis yang penuh dengan kekerasan. Dan terutama lagi, dulu kebanyakan kita masih didampingi oleh ibu.

Apa hubungannya dengan ibu? Ya, dulu ibu kita masih banyak punya waktu untuk mendidik kita, mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan menunjukkan mana yang salah. Ibaratnya kita masih memiliki perisai yang melindungi kita dari berbagai hal buruk yang terjadi di sekitar kita.

Sekarang, anak-anak kita tidak memiliki perisai itu. Ibu-ibu saat ini lebih banyak yang menghabiskan waktu di luar rumah mencari uang. Atau kalaupun di rumah, ibu-ibu tersibukkan dengan berbagai tayangan televisi seperti sinetron,telenovela dan infotainment. Alih-alih anak dilindungi dari tayangan yang tidak mendidik, malahan anak-anak diajak ikut nonton, menghabiskan sebagian besar waktunya di depan televisi.

Bukan hal yang mengejutkan lagi bila Direktur Eksekutif PKBI, Inne Silviane menyatakan ternyata sebagian hubungan seks bebas remaja dilakukan di rumah! Entah kemana ibu mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar